Assalamualaikum Wr.Wb
Masih dalam Agama Isalam dan Ilmu pengetahuan, sekarang informasi yang akan dishare adalah "Perjalanan Nabi Muhammad Serta Sejarah Puasa Asyura", informasi ini ketika perjalanan Nabi Muhammad s.a.w dengan berpuasa menuju ke Kota Makkah dan madinah serta diberikannya hikmah yang sangat luar biasa ketika melakukan perjalanan tersebut.
Dengan melakukan perjalanan tersebut banyak sekali berbincangan yang dengan masyarakat disekitar mengenai puasa Asyura ini terhadap kaum Quraisy, kemudian Nabi Muhammad pun menjelaskan sebagaimana hikmah dan bagi orang yang melakukan puasa tersebut, bagaimana kelanjutannya silahkan baca dan pahami artikel dibawah ini,
Sejarah puasa Asyura yang dimaksud adalah puasa Asyura diterapkan melalui beberapa tahapan berikut.
Tahapan pertama: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaksanakan puasa ‘Asyura di Makkah dan beliau tidak perintahkan yang
lain untuk melakukannya.
Dari ’Aisyah -radhiyallahu ’anha-, beliau berkata,
كَانَ
يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ
رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ
الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ
تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
”Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa
’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga melakukan puasa
tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau melakukan puasa tersebut dan
memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan
diwajibkan, beliau meninggalkan puasa ’Asyura. (Lalu beliau
mengatakan:) Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang
mau, silakan meninggalkannya (tidak berpuasa).” (HR. Bukhari no. 2002
dan Muslim no. 1125)
Tahapan kedua: Ketika tiba di Madinah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Ahlul Kitab melakukan puasa
‘Asyura dan memuliakan hari tersebut. Lalu beliau pun ikut berpuasa
ketika itu. Kemudian ketika itu, beliau memerintahkan pada para sahabat
untuk ikut berpuasa. Melakukan puasa ‘Asyura ketika itu semakin
ditekankan perintahnya. Sampai-sampai para sahabat memerintah anak-anak
kecil untuk turut berpuasa.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma, beliau berkata,
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ
الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- « مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ».
فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ
وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ
نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَنَحْنُ
أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.
“Ketika tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ’Asyura. Kemudian
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bertanya, ”Hari yang kalian
bepuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, ”Ini
adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah
menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya
ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka
kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”. Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam lantas berkata, ”Kita seharusnya lebih
berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.”. Lalu setelah
itu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin
untuk berpuasa.” (HR. Muslim no. 1130)
Apakah ini berarti Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam meniru-niru (tasyabbuh dengan) Yahudi?
An Nawawi –rahimahullah- menjelaskan, ”Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam biasa melakukan puasa ’Asyura di Makkah sebagaimana dilakukan
pula oleh orang-orang Quraisy. Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam tiba di Madinah dan menemukan orang Yahudi melakukan puasa
‘Asyura, lalu beliau shallallahu ’alaihi wa sallam pun ikut
melakukannya. Namun beliau melakukan puasa ini berdasarkan wahyu, berita
mutawatir (dari jalur yang sangat banyak), atau dari ijtihad beliau,
dan bukan semata-mata berita salah seorang dari mereka (orang Yahudi).
Wallahu a’lam.” (Al Minhaj Syarh Muslim, 8: 11)
Para ulama berselisih pendapat apakah puasa ‘Asyura sebelum
diwajibkan puasa Ramadhan dihukumi wajib ataukah sunnah mu’akkad? Di
sini ada dua pendapat:
Pendapat pertama: Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, pada masa
tahapan kedua, puasa ‘Asyura dihukumi wajib. Ini adalah pendapat Imam
Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Abu Bakr Al Atsrom.
Pendapat kedua: Pada masa tahapan kedua ini, puasa ‘Asyura dihukumi
sunnah mu’akkad. Ini adalah pendapat Imam Asy Syafi’i dan kebanyakan
dari ulama Hambali. (Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 94)
Namun yang jelas setelah datang puasa Ramadhan, puasa ‘Asyura
tidaklah diwajibkan lagi dan dinilai sunnah. Hal ini telah menjadi
kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan oleh An Nawawi
-rahimahullah-. (Lihat Al Minhaj Syarh Muslim, 8: 4)
Tahapan ketiga: Ketika diwajibkannya puasa Ramadhan,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan para sahabat
untuk berpuasa ‘Asyura dan tidak terlalu menekankannya. Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam mengatakan bahwa siapa yang ingin berpuasa, silakan
dan siapa yang tidak ingin berpuasa, silakan. Hal ini sebagaimana
dikatakan oleh ’Aisyah radhiyallahu ’anha dalam hadits yang telah lewat
dan dikatakan pula oleh Ibnu ’Umar berikut ini. Ibnu ’Umar -radhiyallahu
’anhuma- mengatakan,
أَنَّ
أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوا يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَامَهُ وَالْمُسْلِمُونَ قَبْلَ
أَنْ يُفْتَرَضَ رَمَضَانُ فَلَمَّا افْتُرِضَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ عَاشُورَاءَ يَوْمٌ مِنْ أَيَّامِ
اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ.
“Sesungguhnya orang-orang Jahiliyah biasa melakukan puasa pada hari
’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pun melakukan puasa
tersebut sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, begitu pula kaum muslimin
saat itu. Tatkala Ramadhan diwajibkan, Rasulullah shallallahu ’alaihi
wa sallam mengatakan: Sesungguhnya hari Asyura adalah hari di antara
hari-hari Allah. Barangsiapa yang ingin berpuasa, silakan berpuasa.
Barangsiapa meninggalkannya juga silakan.”( HR. Muslim no. 1126)
Ibnu Rajab -rahimahullah- mengatakan, “Setiap hadits yang serupa
dengan ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
memerintahkan lagi untuk melakukan puasa ‘Asyura setelah diwajibkannya
puasa Ramadhan. Akan tetapi, beliau meninggalkan hal ini tanpa melarang
jika ada yang masih tetap melaksanakannya. Jika puasa ‘Asyura sebelum
diwajibkannya puasa Ramadhan dikatakan wajib, maka selanjutnya apakah
jika hukum wajib di sini dihapus (dinaskh) akan beralih menjadi mustahab
(disunnahkan)? Hal ini terdapat perselisihan di antara para ulama.
Begitu pula jika hukum puasa ‘Asyura sebelum diwajibkannya puasa
Ramadhan adalah sunnah muakkad, maka ada ulama yang mengatakan bahwa
hukum puasa Asyura beralih menjadi sunnah saja tanpa muakkad
(ditekankan). Oleh karenanya, Qois bin Sa’ad mengatakan, “Kami masih
tetap melakukannya.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 96)
Intinya, puasa ‘Asyura setelah diwajibkannya puasa Ramadhan masih tetap dianjurkan (disunnahkan).
Tahapan keempat: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertekad di akhir umurnya untuk melaksanakan puasa Asyura tidak
bersendirian, namun diikutsertakan dengan puasa pada hari lainnya.
Tujuannya adalah untuk menyelisihi puasa Asyura yang dilakukan oleh
Ahlul Kitab.
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum
muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita
akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134)
Demikian informasi mengenai Perjalanan Nabi Muhammad Serta Sejarah Puasa Asyura, jika anda ingin belajar Agama Islam dan Ilmu Pengetahuan kunjungi terus yang diberikan oleh situs ini. Semoga informasi ini sangat bermanfaat.